Kamis, Oktober 15, 2009

INDONESIAKU

Oleh :
Hamid Djabar

Jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
Indonesiaku

Sehelai karcis di genggaman, hari senja dan kulihat
engkau terpampang dalam headline & tajuk rencana
koran-koran ibukota. Engkau tersenyum dan sakit gigi.
Engkau malu-malu bagai kucing (entah mengeong entah
mengerang entah marah entah sayang) yang terpendam
dalam deretan kata-kata nusantara yang lalu lalang keluar
masuk dalam kedirianku. Engkau tegak dan tumbang
sepanjang hari : bengkalaian sajak-sajak para penyair yang
sempat terbit, dicetak dengaan rasa sesal serta malu yang
purba. Dan Magrib pun menggema dan bel berdering
nyaring dan aku terdesak ke tepi nian; namun masih
sempat membayangkan engkau, kasih, meskipun dengan
terbata-bata

jalan berliku-liku jalan berliku-liku
tanah airku tanah airku
penuh rambu-rambu penuh rambu-rambu
Indonesiaku Indonesiaku

Sebuah tas di pangkuan, terbentang malam dan
kurasakan engakua tunggang-langgang berpacu,
bus tua yang tua-tua keladi (dipermak ditimbun
dikali berkali-kali) menangis dan bernyanyi
seperti deretan mimpi-mimpi. Engkau yang duduk
terantuk-antuk dalam pasaran duniayang berdiri
memaki-maki sepanjang jalanan gelombang berliku-liku
yang membadaikan tikaman hujan rambu-rambu
hingga aku terpelanting jauh ke belakang, namun masih
sempat membayangkan jarak yang telah & akan dilalui
(suka tak suka mandi berenang dalam telaga luka
nanahmu o tanah airku), meskipun dengan terbata-bata


jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
Indonesiaku


Sekujur tubuh di perjalanan, malam yang akan berdentang-
dentang dan kaulihat aku pontang-panting memburumu
dari tikungan ke tikungan.
(Barangkali berjuta pohon telah tumbang dalam
pacuanmu. Barangkali berjuta mulut telah mengeringkan
tanahmu o Indonesiaku. Barangkali berjuta ke mulut
telah menguap-udarakan segala airmu pengap o
Indonesiaku. O siapakah yang telah tercerabut,
sayangku : engkau tanah airku atau aku anak negerimu ?)
Tetapi aku sungguh merasa malu ketika kudengar
engkau menyanyikan rasa tak berdaya anak negerimu
diancam ledakan-ledakan berangan akan purnama
sepanjang malam. Dan Engkau punmenangis ketika
malu kita jadi malu semua : tertera dalam peta kita,
luka-luka dan nyeri terbata-bata.

Jalan berliku-liku
tanah airku
penuh rambu-rambu
Indonesiaku


Sebibir duka tersangkut di bibir ngarai, anak negerimu
terjaga dan berhamburan ke jalanan. Bulan sepotong di
atas luka o awan mengelilinginya bagai nusantara

“Sebagai supir, saya tak begitu mahir”, kata seorang
yang mengaku supir.
“Sebagai penumpang, kita tak begitu lapang”, terdengar
seseorang mendengus.
“Husss!”, tulis kamus.
“Kita membutuhkan lapang !”. teriak orang-orang. “Kita
memerlukan kebebasan “, dengus rambu-rambu dan
tiang-tiang. “Tetapi perjalanan harus dilanjutkan”, tulis
travel biro dalam iklan.
Orang-orang membeli karcis dan kursi
Orang-orang duduk menari hi-hi
Orang-orang menari sambil memaki-maki.
Orang-orang memaki sampai bosan.
Orasng-orang bosan dan bosan
Bus-bus jalan.

“Itu Pulau Sumatera,” kata seseorang menunjuk awan di
tepi-tepi bulan
“Bukan, itu Pulau Kalimantan,”bantah seseorang sambil
makan udang
“Salah, yang tepat adalah Pulau Jawa,” kata kondektur
sambil minum bajigur.

Jalan berliku-liku jalan berliku-liku
tanah airku tanah airku
penuh rambu-rambu penuh rambu-rambu
Indonesiaku Indonesiaku

Sepanjang jalanan sepanjang tikungan sepanjang tanjakan
Sepanjang turunan rambu-rambu bermunculan. Seribu
tanda seru memendam berjuta tanda tanya. Seribu tanda
panah mencucukan luka Indonesiaku. Seribu tanda
sekolah memperbodoh kearifan nenek moyangku. Seribu
tanda-jembatan menganga ngarai wawasan si Badai di Badu.

Seribu tanda-sendok-garpu adalah lapar dan lapar yang
senyum-senyum di luar menu.
Seribu tanda gelombang melambung hempaskan juang
anak negerimu.
Seribu tanda-tanda dijajakan berjejal-jejal di mulutmu.
Seribu tanda-tanda seribu jalanan seribu tikungan
seribu tanjakan seribu turunan liku-liku o lukaa
tanah airku dalam wajahmu Indonesiaku.

Jalan berliku-liku jalan berliku-liku
tanah airku tanah-airku
penuh rambu-rambu penuh rambu-rambu
Indonesiaku Indonesiaku

STOP


(1978)

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

Tidak ada komentar:

Posting Komentar