Selasa, Juni 23, 2009

Sajak-sajak Sutardji

ANA BUNGA

Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera

Kucinta kau

Aku ke kau ke kau aku

Akulah kauku kaulah ku ke kau

Kita ?

Biarlah antara kita saja

Siapa kau, perempuan tak terbilang

Kau

Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang

Orang tak tahu menara gereja menjulang

Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan

dengan kedua

tanganmu

Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat

Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu aku

cinta kau

Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau

Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku

kau yang padaku

Kita?

Dalam dingin api mari kita bicara

Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa?

Sayembara :

Ana Bunga buahku

Merah Ana Bunga

Warna apa aku?

Biru warna rambut kuningmu

Merah warna dalam buah hijaumu

Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari

Kau hewan hijau manis, aku cinta kau

Kau padakau yang milikau yang kau aku

yang milikkau

kau yang ku

Kita ?

Biarkan antara kita saja

pada api perdiangan

Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu

Namamu menetes bagai lembut lilin

Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?

Orang dapat membaca kau dari belakang

Dan kau yang paling agung dari segala

Kau yang dari belakang, yang dari depan

A-N-A

Tetes lilin mengusapusap punggungku

Ana Bunga

Oh hewan meleleh

Aku cinta yang padakau!

1999

Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt Schwitters, Niedersachen, Jerman.

OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri

Republikaedisi : 28 November 1999

AYO

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

Adakah yang lebih tobat

dibanding air mata

adakah yang lebih mengucap

dibanding airmata

adakah yang lebih nyata

adakah yang lebih hakekat

dibanding airmata

adakah yang lebih lembut

adakah yang lebih dahsyat

dibanding airmata

para pemuda yang

melimpah di jalan jalan

itulah airmata

samudera puluhan tahun derita

yang dierami ayahbunda mereka

dan diemban ratusan juta

mulut luka yang terpaksa

mengatup diam

kini airmata

lantang menderam

meski muka kalian

takkan dapat selamat

di hadapan arwah sejarah

ayo

masih ada sedikit saat

untuk membasuh

pada dalam dan luas

airmata ini

ayo

jangan bandel

jangan nekat pada hakekat

jangan kalian simbahkan

gas airmata pada lautan airmata

malah tambah merebak

jangan letupkan peluru

logam akan menangis

dan tenggelam

dikedalaman airmata

jangan gunakan pentungan

mana ada hikmah

mampat

karena pentungan

para muda yang raib nyawa

karena tembakan

yang pecah kepala

sebab pentungan

memang tak lagi mungkin

jadi sarjana atau apa saia

namun

mereka telah

nyempurnakan

bakat gemilang

sebagai airmata

yang kini dan kelak

selalu dibilang

bagi perjalanan bangsa

OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri

Republika edisi : 28 November 1999


BAYANGKAN

untuk Salim Said

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

direguknya

wiski

direguk

direguknya

bayangkan kalau tak ada wiski di bumi

sungai tak mengalir dalam aortaku katanya

di luar wiski

di halaman

anak-anak bermain

bayangkan kalau tak ada anak-anak di bumi

aku kan lupa bagaimana menangis katanya

direguk

direguk

direguknya wiski

sambil mereguk tangis

lalu diambilnya pistol dari laci

bayangkan kalau aku tak mati mati katanya

dan ditembaknya kepala sendiri

bayangkan

1977

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

GAJAH DAN SEMUT

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

tujuh gajah

cemas

meniti jembut

serambut

tujuh semut

turun gunung

terkekeh

kekeh

perjalanan

kalbu

1976-1979

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800


JEMBATAN

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata

bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi

dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.

Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang

jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.

Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam

para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.

Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase

indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit

mengucap

tanah air kita satu

bangsa kita satu

bahasa kita satu

bendera kita satu !

Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan

mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan

tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah

yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang

di antara kita ?

Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot

linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati

dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu

mengucapkan kibarnnya.

Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air


KUCING

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

ngiau! Kucing dalam darah dia menderas

lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber

gegas lewat dalam aortaku dalam rimba

darahku dia besar dia bukan harimau bu

kan singa bukan hiena bukan leopar dia

macam kucing bukan kucing tapi kucing

ngiau dia lapar dia merambah rimba af

rikaku dengan cakarnya dengan amuknya

dia meraung dia mengerang jangan beri

daging dia tak mau daging Jesus jangan

beri roti dia tak mau roti ngiau ku

cing meronta dalam darahku meraung

merambah barah darahku dia lapar 0 a

langkah lapar ngiau berapa juta hari

dia tak makan berapa ribu waktu dia

tak kenyang berapa juta lapar lapar ku

cingku berapa abad dia mencari menca

kar menunggu tuhan mencipta kucingku

tanpa mauku dan sekarang dia meraung

mencariMu dia lapar jangan beri da

ging jangan beri nasi tuhan mencipta

nya tanpa setahuku dan kini dia minta

tuhan sejemput saja untuk tenang seha

ri untuk kenyang sewaktu untuk tenang

Memahami Puisi, 1995


LA NOCHE DE LAS PALABRAS

(EL DIARIO DE MEDELLIN)

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia

kami mengepung bulan

dan mereka yang mendengarkan puisi kami

mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka

berkomplot dengan anggur daun cerbeza

bersekongkol dengan gadisgadis

memancing bulan dengan keluasan dada

Musim panas

Menjulang di Medelin

menampilkan sutera

di keharibaan malam cuaca

ratusan para lilin

menyandar di pundak malam

mengucap

menyebutnyebut cahaya

sambil mencoba

memahami takdir di wajah-wajah usia

kami para penyair

meneruskan zikir kami

-palabras palabras palabras palabras

-

--kata kata kata kata --

semakin kental mengucap

cahaya pun memadat

sampai kami bisa buat

sesuka kami atas padat cahaya

lantas bulan kesurupan

kesadaran kami meninggi

bulan turun pada kami

dan kami mengatasi bulan

sampailah kami pada kerajaan kata-kata

jika kami membilang ayah

ia juga ayah kata-kata

jika kami menyebut hari

juga harinya kata-kata

jika kami mengucap diri

pastilah juga diri kata kata

Di cafe jalanan Medellin

purnama jatuh

kata-kata menjadi kami

kami menjadi kata kata


Medellin, Colombia 1997

OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri

Republikaedisi : 28 November 1999



LUKA

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

ha ha


PARA PEMINUM

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

di lereng lereng

para peminum

mendaki gunung mabuk

kadang mereka terpeleset

jatuh

dan mendaki lagi

memetik bulan

di puncak

mereka oleng

tapi mereka bilang

--kami takkan karam

dalam lautan bulan--

mereka nyanyi nyai

jatuh

dan mendaki lagi

di puncak gunung mabuk

mereke berhasil memetik bulan

mereka mneyimpan bulan

dan bulan menyimpan mereka

di puncak

semuanya diam dan tersimpan

Sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri


TANAH AIR MATA

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

Tanah airmata tanah tumpah dukaku

mata air airmata kami

airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri

menyanyikan airmata kami

di balik gembur subur tanahmu

kami simpan perih kami

di balik etalase megah gedung-gedungmu

kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa

kami coba kuburkan duka lara

tapi perih tak bisa sembunyi

ia merebak kemana-mana

bumi memang tak sebatas pandang

dan udara luas menunggu

namun kalian takkan bisa menyingkir

ke manapun melangkah

kalian pijak airmata kami

ke manapun terbang

kalian kan hinggap di air mata kami

ke manapun berlayar

kalian arungi airmata kami

kalian sudah terkepung

takkan bisa mengelak

takkan bisa ke mana pergi

menyerahlah pada kedalaman air mata

(1991)

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

TAPI

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

aku bawakan bunga padamu

tapi kau bilang masih

aku bawakan resahku padamu

tapi kau bilang hanya

aku bawakan darahku padamu

tapi kau bilang cuma

aku bawakan mimpiku padamu

tapi kau bilang meski

aku bawakan dukaku padamu

tapi kau bilang tapi

aku bawakan mayatku padamu

tapi kau bilang hampir

aku bawakan arwahku padamu

tapi kau bilang kalau

tanpa apa aku datang padamu

wah !

Memahami Puisi, 1995

WALAU

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri

Walau penyair besar

takkan sampai sebatas allah

dulu pernah kuminta tuhan

dalam diri

sekarang tak

kalau mati

mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat

tujuh puncak membilang-bilang

nyeri hari mengucap-ucap

di butir pasir kutulis rindu rindu

walau huruf habislah sudah

alif bataku belum sebatas allah

Memahami Puisi, 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar