Minggu, Juli 05, 2009

Sajak-sajak Subagio Sastrowardoyo, 1

DAERAH PERBATASAN
Oleh :
Subagio Sastrowardoyo

Kita selalu
berada di daerah perbatasan
antara menang dan mati. Tak boleh lagi
ada kebimbangan memilih keputusan :
Adakah kita mau merdeka atau dijajah lagi.
Kemerdekaan berarti keselamatan dan bahagia,
Juga kehormatan bagi manusia
dan keturunan. Atau kita menyerah saja
kepada kehinaan dan hidup tak berarti.
Lebih baik mati. Mati lebih mulia
dan kekal daripada seribu tahun
terbelenggu dalam penyesalan.
Karena itu kita tetap di pos penjagaan
atau menyusup di lorong-lorong kota pedalaman
dengan pestol di pinggang dan bedil di tangan.
(Sepagi tadi sudah jatuh korban). Hidup
menuntut pertaruhan, dan kematian hanya
menjamin kita menang. Tetapkan hati.
tak boleh lagi ada kebimbangan
di tengah kelaliman terus mengancam.
Taruhannya hanya mati.

II

Kita telah banyak kehilangan :
waktu dan harta, kenangan dan teman setia
selama perjuangan ini. Apa yang kita capai :
Kemerdekaan buat bangsa, harga diri dan
hilangnya ketakutan pada kesulitan.
Kita telah tahu apa artinya menderita
di tengah kelaparan dan putus asa. Kematian
hanya tantangan terakhir yang setia kita hadapi
demi kemenangan ini. Percayalah :
Buat kebahagiaan bersama
tak ada korban yang cukup berharga. Tapi
dalam kebebasan ini masih tinggal keresahan
yang tak kunjung berhenti : apa yang menanti
di hari esok : kedamaian atau pembunuhan
lagi. Begitu banyak kita mengalami kegagalan
dalam membangun hari depan : pendidikan
tak selesai, cita-cita pribadi hancur
dalam kekacauan bertempur, cinta yang putus
hanya oleh hilangnya pertalian. Tak ada yang terus
bisa berlangsung. Tak ada kepastian yang bertahan
Kita telah kehilangan kepercayan kepada keabadian
Semua hanya sementara: cinta kita, kesetiaan kita.
Kita hidup di tengah kesementaraan segala. Di luar
rumah terus menunggu seekor srigala.

III

Waktu peluru pertama meledak
Tak ada lagi hari minggu atau malam istirahat
Tangan penuh kerja dan mata terjaga
mengawasi pantai dan langit yang hamil oleh khianat
Mulut dan bumi berdiam diri. satunya suara
hanya teriak nyawa yang lepas dari tubuh luka,
atau jerit hati
mendendam mau membalas
kematian.
Harap berjaga. Kita memasuki daerah perang.
Kalau peluru pertama meledak
Kita harus paling dulu menyerang
dan mati atau menang
Mintalah pamit kepada anak dan keluarga
dan bilang : Tak ada lagi waktu buat cinta
dan bersenang. Kita simpan kesenian dan
budaya di hari tua. Kita mengangkat senjata
selagi muda
dan mati atau menang.

Budaja Djaja
23 April 1970

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air





DAN KEMATIAN MAKIN AKRAB
(Sebuah Nyanyian Kabung)
Oleh :
Subagio Sastrowardoyo

...

Di muka pintu masih
bergantung tanda kabung
Seakan ia tak akan kembali
memang ia tak kembali
tapi ada yang mereka tak
mengerti - mengapa ia tinggal diam
waktu berpisah. bahkan tak
ada kesan kesedihan
pada muka
dan mata itu, yang terus
memandang, seakan mau bilang
dengan bangga : - Matiku muda -
Ada baiknya
mati muda dan mengikut
mereka yang gugur sebelum waktunya
Di ujung musim yang mati dulu
bukan yang dirongrong penyakit
tua, melainkan dia
yang berdiri menentang angin
di atas bukit atau dekat pantai
dimana badai mengancam nyawa.
Sebelum umur pahlawan ditanam
di gigir gunung atau di taman-taman
di kota
tempat anak-anak main
layang-layang. Di jam larut
daun ketapang makin lebat berguguran
di luar rencana
Dan kematian jadi akrab, seakan kawan berkelakar
yang mengajak
tertawa - itu bahasa
semesta yang dimengerti -
Berhadapan muka
seperti lewat kaca
bening
masih dikenal raut muka
bahkan kelihatan bekas luka
dekat kening
Ia menggapai tangan
di jari melekat cincin
- Lihat, tak ada batas
antara kita. Aku masih
terikat kepada dunia
karena janji karena kenangan
Kematian hanya selaput
gagasan yang gampang diseberangi
Tak ada yang hilang dalam
perpisahan, semua
pulih
juga angan-angan dan selera
keisengan -
Di ujung musim
dinding batas bertumbangan
dan kematian makin akrab
Sekali waktu bocah
cilik tak lagi
sedih karena layang-layangnya
robek atau hilang
-Lihat, bu, aku tak menangis
sebab aku bisa terbang sendiri
dengan sayap
ke langit -

Daerah Perbatasan
Jakarta : BUdaya Jaya, 1970

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

Tidak ada komentar:

Posting Komentar